Judicial Killing By Densus 88

KontraS Sumut dan InsideS mengecam keras atas tindakan penyerangan yang dilakukan tim Densus 88 AT Polri, yang terjadi di Tanjung Balai dan Hamparan Perak, yang menyebabkan tewasnya 3 orang yang masih diindikasikan, sebagai pelaku perampokan CIMB Bank Niaga. Ketiga yang tewas tersebut Deni alias Ajo, Juki Wantoro alias Rojer, Ridwan alias Iwan. Dari 33 orang yang diduga sebagai pelaku perampokan, telah tertangkap sebanyak 18 orang.

Selain ikut turut berduka cita atas terbunuhnya 3 orang anggota Polisi di Mapolsek Hamparan Perak dalam penyerangan pada pukul 01.45 WIB tanggal 22 September 2010 oleh sekelompok pelaku bersenjata, KontraS Sumut dan InsideS ikut kecewa dengan sikap “brutal” Densus.

“Hal ini kami menganulir sebagai salah satu dampak negatif praktik brutalisme Densus 88 dalam menjalankan tugasnya yang tidak mengacu pada konsep-konsep HAM yang telah diatur dalam Perkap Kapolri Nomor 8 Tahun 2009,’’ tegas Diah dikutip JPPN.

KontraS dan InsideS menilai ada beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Densus 88 dalam melakukan penyerangan di Tanjung Balai dan Hamparan Perak.

’’Konsep yang diterapkan adalah konsep perang pembunuhan dan pembantaian, bukan langkah-langkah preventif yang seharusnya melumpuhkan. Terdapat praktik Judicial Killing oleh Densus 88 AT Polri.
Kebengisan dan kebrutalan Densus 88 AT membentuk citra negatif kepolisian. Penyerangan Densus 88 AT tidak berbasis HAM dan bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM sebagaimana diatur dalam perkap Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sebelum ini, pengamat Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga dosen hukum Universitas Indonesia (UI) Heru Susetyo mengatakan, tersangka teroris sekalipun harus diperlakukan dengan adil dan fair, apalagi proses hukum dan peradilan terhadap mereka belum dimulai.

Ia juga menilai, kiprah Densus 88 sudah lama keluar dari rule of law dan praduga tak bersalah (presumption of innocence).

“Densus seperti superbody yang di atas hukum dan di atas KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata),” tambahnya.

Menurut Heru, seharusnya, proses penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan, harus sesuai dengan KUHAP dan memperhatikan azas hukum lain, seperti antipenyiksaan (Indonesia sudah meratifikasi konvensi anti penyiksaan/Convention Against Torture pada tahun 1998) dan tetap memperhatikan kehormatan martabat, keadilan, proses hukum yang fair seperti yang dimandatkan oleh International Covenant on Civil and Political Rights. Di mana Indonesia telah meratifikasinya dengan UU No. 12 tahun 2005

kebiadaban densus 88, densus biadab, penyiksaan ala densus 88, pelanggaran ham densus 88